Ilustrasi
JAKARTA -  Proyek tender di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) diduga akan  mengalami kerugian miliaran rupiah. Pasalnya, barang digital yang dibeli  dari hasil tender terancam tidak dapat digunakan.
Menurut  Aktivis Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Supriyadi, kronologis  hilangnya uang negara ini berawal ketika ANRI mengadakan tender  pengadaan barang 2010 dengan judul "Digitalisasi Khasanah Arsip  (Telecine Digital Transfer) 16/36 dalam rangka "Digitalisasi Film ke  Digital Video".
Dalam pengadaan barang tersebut ANRI membagi  tender menjadi dua. Pertama, dengan alokasi dana Rp5.090.000.000,  peralatan yang dibutuhkan adalah D-Archive dari Italia yang distributor  internasionalnya adalah RTI dari Inggris dan lokal distributor resminya  di Jakarta.
Dalam tender pertama tersebut ada 7 perusahaan yang  mengikuti seleksi. "Namun ada 4 perusahaan yang dibawah PT Abatha Hasta  Persada beralamat di Jalan Raya Mabes TNI No 55, Cilangkap, Jaktim  dengan personal kontak, Bayu Pamungkas," katanya dalam rilis yang  diterima okezone, Rabu (12/1/2011).
Seperti yang sudah diduga,  Supri mengatakan, pemenang tender tersebut adalah PT Abatha Hasta  Persada dengan tawaran harga Rp4.965.000.000. Namun yang membuat heran,  dokumen pendukung dari distributor resmi tidak dimiliki oleh PT  tersebut, ditambah lagi ternyata ada tawaran dari perusahaan  PT  Loserindo Megah Permai dengan harga Rp4.906.000.000.
"Anehnya,  barang yang terkirim oleh PT Abatha berasal dari perusahaan trading di  India yang tidak disupport oleh pihak RTI, Inggris. Nama perusahaan  trading dari India tersebut Digital Video Images dengan alamat 141  Thitakar Avenue 1st Main Road, Baliyah Garden, MAdipakkam, Chennai  600091, India," imbuhnya.
Sialnya lagi, tambah Supri, hingga  berganti tahun 2011, pihak RTI tidak memberikan garansi kepada  perusahaan India. Pasalnya, mereka diduga memberikan keterangan palsu  kepihak RTI bahwa barang yang dibeli untuk kebutuhan di India.
 "Kenyataannya  barang tersebut dikirim ke Singapura dan selanjutnya dikirim ke  Jakarta. Perlu dicek  kroses impor yang dilakukan PT Abatha dari  Singapura ke Jakarta. Apakah melalui saluran resmi bea cukai apa tidak,  mengingat pada waktu distributor resmi di Jakarta menawarkan dengan PPN  mereka menolak," paparnya.
Dalam tender ke dua, ANRI membutuhkan  Microfilm Scanner merek Sunrise, USA dengan anggaran Rp4.500.000.000.  Sama dengan tender pertama, pengadaan tersebut dimenangkan PT Abatha.  "ANRI sebagai institusi pemerintah seharusnya
membeli dari  perusahaan yang disupport oleh local distributor untuk supaya alat  tersebut dapat digunakan semaksimal mungkin dan berjalan sesuai dengan  target pembelian peralatan tersebut," ujarnya.
Keadaan tersebut  nantinya malahan akan membuat negara menghamburkan uang. "Dengan dana  sedemikian besar dan pemakaian yang paling lama 1 tahun maka banyak uang  negara yang dihamburkan untuk membeli barang yang tidak bermanfaat,"  tutupnya


