Tolak Digusur, Pengamen Bakar Diri Hingga Tewas

Ilustrasi

JAKARTA - Kisah tragis mewarnai aksi warga di perumahan Pemulung yang menolak penggusuran oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).

Sedikitnya, lima orang warga meninggal dunia dalam bentrokan berdarah itu. Satu di antaranya, tewas dalam aksi bunuh diri menggunakan bensin yang diguyur ke sekujur tubuhnya.

Peristiwa mengenaskan itu, merupakan gambaran pementasan drama mahasiswa Universitas Satya Negara Indonesia (USNI) dari Teater Unggun. Dalam pentas itu, pengamen yang membela mati-matian tempat tinggalnya dari penggusuran dan melakukan aksi nekat dengan membakar diri hingga tewas diperankan oleh Egis Kharisma Budiman, mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik (FISIP) USNI, Jakarta.

Sedang empat orang yang tewas lainnya, yakni Mbok Jiran (pemulung) diperankan oleh Risna Rizki Yanti, Supri (pemulung) oleh Chairun Nissa, Tole (gelandangan) oleh Ika Pratiwi dan Jesi (pedagang asongan) oleh Larasati Angraeni.

Naskah drama yang mengisahkan manis getirnya kehidupan kaum pinggiran itu, ditulis oleh Bima dan Jarot dari Teater Unggun. Kisah menyedihkan yang berakhir dengan jatuhnya korban tewas dan bunuh diri warga itu, sebenarnya merupakan kisah cinta antara Anto (pengamen) dengan Nining (pelacur) yang diperankan oleh Merlina Devy.

Sebagai pelacur, Nining selalu mencari uang dengan cara menjual tubuhnya. Demi nafsu birahinya yang besar, Nining selalu mencari pembenaran bahwa dirinya melacur untuk memenuhi nafkah keluarganya. Namun, pembenaran Nining dibantah oleh sang suami yang sangat menyayanginya. Hubungan rumah tangga mereka tidak pernah Harmonis.

Kendati bekerja sebagai pengamen, Anto ternyata seorang simpatisan organisasi massa radikal yang sangat ditakuti pemerintah. Dia pernah mendapatkan pelatihan dan masuk menjadi anggota organisasi itu. Namun, Anto kecewa dengan organisasi yang pernah dimasukinya itu. Lantaran banyak oknum petinggi organisasi itu yang telah menjual anggotanya untuk kepentingan pribadi.

Di pemukiman Pemulung, Anto sangat dipandang. Karena dia mempunyai jiwa sosial yang tinggi. Dia bekerja bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi untuk seluruh warga yang tinggal di pemukiman itu. Jika ada yang kesulitan, dengan segenap tenaga Anto selalu membantu warga. Hingga akhirnya datang informasi pemukiman yang sudah mereka tinggali selama bertahun-tahun akan digusur oleh Pemerintah.

Mendapat kabar penggusuran itu, semua warga perumahan permulung tampak panik. Mendengar rencana penggusuran tersebut, Anto mengumpulkan semua teman-temannya untuk rapat. Ketika semua orang pasrah, Anto berdiri dan angkat bicara. Dengan suara berapi-api, Anto menjelaskan kepada seluruh orang yang hadir dalam rapat itu tentang pentingnya melawan penggusuran dan mempertahankan tempat tinggal mereka.

Mendengar penjelasan Anto, seluruh peserta rapat pun bangkit dan menyatakan akan melawan penggusuran sampai darah penghabisan. Pukul 08.00 WIB, alat-alat berat Satpol PP diturunkan. Warga yang menolak dengan gagah berani menghadang alat-alat berat tersebut dan tergilas olehnya. Melihat teman-temannya tewas digilas, Anto berlari sambil teriak.

"Inilah kami rakyat yang tertindas tiada akhir di negeri kaya raya ini. Tanpa cinta kasih ibu yang terebut oleh tangan keserakahan. Tanpa belas kasihan pemimpin pilihan kami. Inilah kami, kaum pinggiran yang kalian anggap sampah. Inilah aku yang muak dengan negeri ini," teriak Anto, seraya mengguyurkan bensin dan membakarkan diri hingga tewas.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More